Wednesday, September 16, 2020

Ceritaku: Penjor Sederhana

Penjor Sederhana
I Wayan Ardika

Hari raya Galungan kali ini, terasa tidak lengkap. Aku tak bisa pulang kampung, karena pandemi Covid-19. Aku khawatir membahayakan orang tua dan keluargaku di kampung. Terpaksa aku merayakannya di tanah rantau, Jembrana.

Seperti biasa, sebelum hari raya Galungan, aku membuat Penjor. Penjor merupakan simbol dari Naga Basuki yang berarti kesejahteraan dan kemakmuran. Orang Bali juga mengganggap penjor sebagai simbol gunung yang dianggap suci. 

Pada hari minggu, datang Ibu Made yang menawarkan penjor. Harganya pun cukup murah, hanya Rp20.000,00. Tanpa berpikir panjang, aku pun memesannya. Ibu Made berjanji akan membawakan pada hari selasa pagi, tepat di hari Penampahan Galungan. 

Bu Made bertanya lagi, "Pak sudah punya bambunya?" Sontak aku menyahut, "Belum bu, sekalian ya!" Bu Made pun menyanggupinya.  Sebenarnya aku sudah mulai bimbang dan bertanya dalam hati, "Mengapa Bu Made jual penjor, tapi menanyakan bambu ya? Ah, tak usah dipikir, yang penting nanti penjornya sudah jadi dan tidak perlu repot lagi."

Singkat cerita, hari penampahan Galungan pun tiba. Bu Made datang dengan membawa sebatang bambu yang ujungnya melengkung dan sebuah canang penjor. Aku pun bertanya, "Ini penjornya bu ya? "Ya pak," jawab Bu Made. Tanpa bertanya lagi aku pun langsung membayarnya. 

Setelah lama berpikir, aku bertanya kepada teman yang asli Jembrana. Ternyata yang dimaksud dengan penjor di Jembrana adalah canang penjornya saja. Ini tentu berbeda dengan makna yang ada di kampungku. Kalau di Kintamani, penjor itu berarti penjor yang sudah jadi lengkap dengan hiasannya. Aku pun mulai tersenyum sambil tertawa dalam hati. Aku jadi tahu perbedaan makna penjor di Jembrana dan di kintamani. Mungkin juga ada makna yang berbeda di Kabupaten lain. Budaya Bali memang beragam.

Hari sudah mulai siang. Aku bangun dari galauku dan pergi ke toko untuk membeli perlengkapan penjor yang lain. Agar lebih mudah, aku membeli hiasan penjor yang sudah jadi. 

Setelah semua bahan siap, aku mulai menghias bambu penjorku. Kumulai dari bawah hingga ke ujung atas. 

Penjorku sederhana, tapi penuh makna. Penjor pertamaku di Jembrana. 


Selamat merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan untuk umat se-Dharma dimana pun berada. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu memberi kita semua kesehatan dan keselamatan.

No comments:

Post a Comment

Puisi Sebuah Harapan

Sebuah Harapan Tubuhku bagaikan kertas melayang Rapuh dan luka berbekas Kuberdoa kepada Tuhan Izinkan aku menutup mata Namun ... Suara orang...